Translate

Iklan

Iklan

Kecam Kekerasan Terhadap Jurnalis, AKAR Jember Menuntut Reformasi di Tubuh Polri

Media
9/27/19, 13:26 WIB Last Updated 2019-09-27T09:08:27Z
Massa aksi saat melakukan orasi di alun-alun Jembet, kredit foto: Fahmi/MG
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Wartawan dari berbagai media di Jember gelar aksi demonstrasi menuntut reformasi di tubuh polri seiring adanya perampasan dan kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demo di berbagai daerah.

Tuntutan reformasi di tubuh polri merupakan satu dari sekian tuntutan yang dilayangkan demonstran. Puluhan wartawan ini mengatasnamakan 'Aksi untuk Keselamatan Wartawan (AKAR) Jember'. Demonstrasi dimulai di alun-alun Jember kemudian melakukan long march ke Mapolres Jember, Jum'at 27 September 2019. 

"Kita di sini ingin menyuarakan sebagai bentuk solidaritas terhadap kawan-kawan kita yang mengalami tindakan represi aparat di berbagai daerah, kita tidak akan diam, karena kekerasan pada jurnalis adalah tindakan melanggar HAM," pekik orator aksi, Mahfudz Sunarji. 

Berikut rilis yang diterima MAJALAH-GEMPUR.Com lengkap dengan 10 tuntutan yang dilayangkan:

Aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah disambut aksi represi aparat kepolisian. Beragam kekerasan dilakukan untuk menghalau dan memukul mundur para aktivis yang menyuarakan beragam tuntutan. Rupanya, sikap represi polisi tak berhenti pada demonstran saja, tapi juga menyasar jurnalis yang sedang bekerja. Aparat tak hanya menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik, tapi juga merampas bahkan melakukan kekerasan.

Sejumlah jurnalis di berbagai daerah dilaporkan terluka dalam peristiwa tersebut. Laporan sementara yang diterima, ada tiga daerah yang terjadi kekerasan dan menimpa jurnalis. Di antaranya, di Jakarta, Makassar, dan Jayapura. Korban yang tercatat ada 10 jurnalis dari 10 media berbeda.

Bentuk kekerasan yang diterima juga bermacam-macam. Ada yang diintimidasi, dirampas alat kerja, hingga mendapat kekerasan fisik. Bahkan, jurnalis pendiri Watchdog Dandhy Dwi Laksono ditangkap dan disangka menyebarkan kebencian. Dhandy dijerat pasal karet UU ITE. Ananda Badudu, penggalang dana untuk membantu mahasiswa yang menggelar aksi di Jakarta juga ditangkap polisi.

Tindakan ini sudah jelas melanggar hak berekpresi dan menyampaikan pendapat warga yang dijamin undang-undang. Pemerintah terkesan antikritik, sehingga menggunakan alat negara untuk membungkam warganya. Di sisi lain, kekerasan yang dilakukan polisi dan massa terhadap jurnalis juga merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta. 

Padahal, setiap jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3) UU RI No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Khususnya terkait peliputan yang menyangkut kepentingan umum sebagai bentuk kontrol publik. Menyikapi kekerasan terhadap jurnalis ini, AKAR Jember menyatakan sikap:

1. Mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi di berbagai daerah.

2. Mendesak kepolisian menghentikan segala bentuk represi yang mengancam kerja jurnalis, serta mendukung kebebasan berpendapat dan berkespresi yang dilakukan masyarakat.

3. Menuntut kepolisian menghukum anggotanya yang terlibat kekerasan kepada jurnalis. Dan penanganan kasusnya dibuka untuk publik.

4. Menuntut kepolisian melucuti senjata para anggotanya yang bertugas menghalau massa. Dan menghentikan semua upaya sweeping kepada peserta aksi maupun jurnalis yang sedang bertugas.

5. Menuntut kepolisian membebaskan Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu dari sangkaan pasal karet UU ITE.

6. Menuntut kepolisian menghentikan penangkapan-penangkapan aktivis yang melakukan kritik dan menyuarakan kepentingan publik.

7. Tuntaskan reformasi di tubuh Polri.

8. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat sedang meliput. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.

9. Mengimbau perusahaan media untuk memberikan alat pelindung diri kepada jurnalis mereka yang meliput aksi massa yang berpotensi terjadi kericuhan.

10. Mendesak Dewan Pers membentuk Satgas Anti Kekerasan guna menuntaskan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang aksi penolakan RKUHP dan Revisi UU KPK di berbagai daerah. AKAR Jember merupakan aksi solidaritas para jurnalis di Jember menyikapi kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang pekan ini. AKAR Jember beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda, Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Jember, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember.

Jember, 27 September 2019 Koordinator Aksi Mahfudz
Sunardjie

Penanggung jawab:
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember, Sigit Maryanto
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Mahrus Solih
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda, Tomy Iskandar
Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Jember, Ihya Ulumiddin.

Saat melakukan orasi di depan Mapolres Jember, Kapolres Jember AKBP. Alfian sempat meminta bicara. Namun, peserta demonstran Mahrus Sholih menyergahnya, "Kami hanya menyampaikan aspirasi, tidak perlu jawaban dari bapak Kapolres," ujar Mahrus.

Selain Mahrus, orator aksi Fathul dengan lantang menggunakan megaphone mengatakan, "Maaf Pak Kapolres, bukan kita bermaksud lancang tapi kami hanya menyuarakan aspirasi dan tidak memerlukan jawaban," jelasnya. (RF).

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kecam Kekerasan Terhadap Jurnalis, AKAR Jember Menuntut Reformasi di Tubuh Polri

Terkini

Close x