![]() |
| Maria Lurah Tegal Besar di Kantor Kelurahan di konfirmasi awak media |
JEMBER, MAJALAH-GEMPUR.Com — Puluhan warga Lingkungan Gumuksari, Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, mendatangi Kantor Kelurahan Tegal Besar, Rabu (24/12/2025) pagi.
Kedatangan warga yang didominasi kaum ibu itu untuk menyampaikan penolakan tegas atas rencana kembalinya M. Hilmi, terduga pelaku pembakaran rumah milik bibinya sendiri, ke lingkungan mereka.
Warga menilai tindakan Hilmi sebagai ancaman nyata terhadap keselamatan. Membakar rumah keluarga yang selama ini memberinya tempat tinggal dianggap sebagai perbuatan berbahaya dan tidak dapat ditoleransi.
Ketua RT 1 RW 28 Lingkungan Gumuksari, Suwondo, menegaskan bahwa warga sepakat menolak Hilmi menetap kembali di wilayah tersebut.
“Intinya kami menolak dia tinggal di lingkungan kami. Keselamatan warga dipertaruhkan. Lagi pula, Hilmi bukan warga Gumuksari. Sesuai KTP, dia warga Keranjingan, Kelurahan Sumbersari,” ujar Suwondo.
Ia mendesak pihak kelurahan bersama unsur tiga pilar dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait segera mengambil keputusan tegas. “Kami berharap ada solusi dari pemerintah. Mau dikembalikan ke orang tuanya atau bagaimana, itu urusan pemerintah,” katanya.
Farid, perwakilan warga, mempertanyakan klaim Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan sejumlah pihak yang menyebut Hilmi sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
“Yang bersangkutan belum pernah diperiksa dokter spesialis jiwa. Kok sudah disebut ODGJ oleh petugas TKSK? Ini ambigu,” tegas Farid.
Ia menilai pelabelan ODGJ tanpa dasar medis yang jelas berpotensi memengaruhi proses hukum kasus pembakaran rumah tersebut.“Kalau sudah dilabeli ODGJ, polisi jelas tidak akan memproses secara hukum,” ujarnya.
Lurah Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, Maria Hardajanti, membenarkan peristiwa kebakaran tersebut terjadi pada hari libur. Ia mengaku menerima laporan dari Babinsa dan langsung mengecek lokasi kejadian.
“Setelah dicek, diketahui pelakunya adalah pria yang tinggal di rumah bibinya dan terindikasi mengalami gangguan kejiwaan,” kata Maria.
Menurutnya, pihak kelurahan masih akan berkoordinasi lintas sektor untuk mencari solusi terbaik atas tuntutan warga.
“Di satu sisi, keputusan warga tidak bisa ditawar. Hilmi tidak boleh kembali ke lingkungan mereka. Di sisi lain, ada pertimbangan kemanusiaan,” ungkapnya.
Sementara itu, TKSK Kecamatan Kaliwates, Denis Yeyeng Ekawati, mengakui tidak ada pernyataan resmi maupun rekam medis tertulis yang menetapkan Hilmi sebagai ODGJ.
“Penilaian tersebut lebih bersifat asesmen sosial dan merujuk pada obat-obatan yang diberikan petugas kesehatan dari puskesmas,” ujarnya.
Denis menyebut obat yang diberikan merupakan jenis obat yang lazim digunakan untuk menangani depresi dan diberikan setelah petugas puskesmas berkonsultasi dengan tenaga kesehatan jiwa (Keswa).
“Kalau pernyataan medis resmi atau rekam medis tertulis memang tidak ada. Penilaian saya berdasarkan obat-obatan yang diberikan. Menurut saya itu legal karena ada konsultasi dengan rumah sakit rujukan,” pungkasnya. (Wahyu/Eros)


