
Mereka sangat menyayangkan
kebijakan yang diambil oleh pihak Sekolah yang
tidak memberikan nomor ujian sekolah (NUS), kepada siswa yang tidak dapat melunasi
Biaya biaya Sekolah, tidankan itu dapat
menggangu dan mempengaruhi Psikologi Anak.
Menurutnya ada tiga pembiayaan yang diwajibkan
sekolah, yaitu dana partisipasi wajib alias SPP yang nilainya Rp 70
ribu per bulan, sumbangan orang tua Rp 80 per
bulan dan sumbangan Insvestasi
Pendidikan, mulai Rp 1 juta hingga
Rp 2,5 juta." Demikian keluh salah seorang perwakilan wali murid M Sholeh.
.
Untuk kelas 1 siswa
dikenai Rp 2,5 juta, kelas 2 Rp 1,5 juta dan kelas 3 Rp 1 juta per siswa yang pembayarannya bisa dicicil “Agar bisa mengikuti
ujian, setiap wali murid tak hanya wajib melunasi SPP dan sumbangan orang tua
saja, tapi juga sumbangan investasi pendidikan sebesar Rp 600 ribu,” ungkapnya.
Semula Sholeh tak ingin
memprotes kebijakan itu, namun ternyata banyak wali murid yang mengadu kepadanya dan mengaku keberatan, bahkan, ada yang harus menjual kambing untuk melunasi
semua biaya yang menjadi syarat mengikuti ujian tersebut.
"Lebih miris lagi pengumunan itu disampaikan kepada para siswa melalui ketua kelas masing - masing, dan
bagi wali murid yang tak mampu, terpaksa menunggak semua biaya yang menjadi
prasyarat ujian Itu meski risikonya anak mereka tak bisa mengikuti ujian,"
terangnya.
Oleh karenanya, warga Desa / Kecamatan Kencong ini meminta komite
dan pihak sekolah menghapus sumbangan pendidikan ini agar tidak lagi memberatkan wali murid. Selain itu pungutan ini tidak memiliki
dasar hukum
yang jelas, meski pengambilan keputusannya
melibatkan komite sekolah.
“Artinya kalau berbicara sumbangan
harus secara sukarela, Wali murid mampunya berapa? Jadi tida ada ketentuan wali
murid harus menyumbang sekian,” jelasnya.
Untuk itu Sholeh meminta sekolah menjelaskan
keputusan
besaran sumbangan itu dan menyampaikan secara transparan peruntukannya. “Karena itu adalah
sumbangan dari wali murid, jadi pertanggungjawabannya juga harus ke wali murid.
Kami berhak tahu untuk apa saja dana sumbangan itu,” pintanya.
Wakil Kepala Sekolah SMA
Negeri Kencong, Imam Wiswantoro menampik anggapan
bahwa sekolah melarang siswa yang tak
melunasi biaya pendidikan. "Kabar itu tidak benar, Karena semua siswa yang melunasi
atau belum, bisa mengikuti ujian, selama orang tua mau datang ke sekolah”, kilahnya.
Jadi sekolah bisa
mengklarifikasi atau mencari informasi yang sebenarnya dari orang tua. “Karena kami
tak sebatas menyelesaikan administrasi saja, tapi juga butuh komunikasi dengan
orang tua,” ujarnya.