Translate

Iklan

Iklan

Sungai Bedadung Dulu Bergembira, Kini Merana

5/20/15, 17:43 WIB Last Updated 2015-11-14T10:52:12Z
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Riuh canda bocah kini tak terdengar lagi. Kala itu, anak-anak tampak gembira, meloncat dari tebing sungai. Dahulu, sungai ini menjadi tempat bermain, belajar dan berlatih renang. Namun kini, kondisinya merana.

Ingatan tentang kondisi sungai bedadung yang elok, seolah terus melekat di benak Ponidi. Pria 58 tahun itu selalu terenyuh ketika melihat keadaan sungai yang tercemar oleh sampah. Baginya, sungai bedadung bukan sebatas ikon Kabupaten Jember, melainkan nadi bagi kehidupan dia dan keluarganya.

Dengan menjadi tempat tinggalnya berbagai jenis ikan, udang serta binatang lainnya. Sebelum tercemar, sungai ini adalah tempat bagi Ponidi mendulang rizki. Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai acuh terhadap lingkungan. Kesibukan kerap menjadi alasan, sehingga mereka enggan berpartisipasi merawat bumi. Dampaknya, banyak manusia tinggal di dekat sungai, namun justru menjadikan sungai itu sebagai tempat pembuangan sampah.

“Dahulu, orang selalu membuat Joglangan (kubangan tanah untuk membuang sampah), tak ada ada orang yang berani membuang sampah ke sungai. Karena takut kwalat (terkena bala’),” kata Ponidi, Rabo (20/5). warga Dusun Penitik, Desa Wonosari, Kecamatan Puger, yang saat ini beralih profesi sebagai buruh tani.

Sebelumnya, kakek dua cucu tersebut menggantungkan hidupnya di aliran sungai bedadung. Jika tidak mancing, dia akan membentangkan jaring untuk menangkap ikan. Terutama dimusim kemarau, saat air sungai surut. “Mungkin benar kata orang-orang tua dulu. Esok, ketika jaman akhir, pasar ilang kumandange, kali ilang kedunge (pasar tradisional tak lagi bergema dan sungai tak lagi ada cerukan yang dalam),” ujar dia, mengutip petuah sang nenek moyang.

Kini, sampah-sampah terlihat berserakan menghiasi pinggiran Bedadung. Terutama, dialiran sungai mulai dari Kecamatan Balung, hingga Kecamatan Puger. Bahkan, mungkin dimulai dari hulu sungai hingga hilir, yang bermuara di pantai Plawangan Puger.

Tidak jarang pula di jumpai, sampah plastik yang tersangkut di reranting bambu dan pepohonan yang tumbuh di sepanjang bibir sungai. Anak-anak pun enggan bermain, apalagi mandi di sugai tersebut. Hanya beberapa orang dewasa yang memancing ikan, itupun sekedar melepas penat usai bekerja di sawah.

“Dahulu, sungai ini disebut kali bening, jika musim kemarau airnya sangat jernih,” kenang Kotib (38), warga Dusun Lengkong, Desa Wonosari, Kecamatan Puger. Dia menceritakan sebutan lain dari sungai bedadung yang di kenal masyarakat desanya.

Semasa Kotib kanak-kanak, kali bening kerap dijadikan bocah setempat untuk mandi dan bermain kala kemarau. “Yang paling populer masa itu, adalah bajul-bajulan. Yakni, saling kejar didalam air. Jadi, adu jago renang,” ucapnya.

Melihat kondisi sungai yang kian hari, kian mengenaskan.  Kotib merasa miris. Entah sampai kapan pemandangan itu terus bertahan. Bertahan untuk tetap menjadi tempat yang tercemar, atau bahkan lebih buruk lagi, menjadi tempat sampah yang terpanjang di Jember.

Andai saja asa itu masih ada, Kotib berharap, sungai bedadung ini kembali menjadi tempat yang bersih seperti sedia kala. “Tentu hal ini merupakan tugas bersama, antara pemerintah dan masyarakat yang masih peduli akan sungai bersejarah ini,” ujarnya. (ruz)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Sungai Bedadung Dulu Bergembira, Kini Merana

Terkini

Close x