Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Dewan Pinmpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra mempertanyakan
dasar hukum penetapan tersangka dan penangkapan ketua DPRD, Thoif Zamroni oleh
Kejari Jember.
Pernyataan itu, disampaikan
Sekretaris DPC Partai Gerindra Jember, Ahmad Anwari didampingi sejumlah pengurus
harian, Yayuk dan Moh Sholeh, dalam rilisnya, menyikapi pemberitaan media terkait
penetapan tersangka dan penahanan Ketua DPRD Jember, Thoif Zamroni di kantornya, Kamis (15/2/2018).
Namun demikian dirinya
masih akan berkoordinasi dengan DPD Jawa Timur dan DPP Partai Gerindra di
Jakarta, Pasalnya hingga hari ini masih
belum ada pemberitauan secara resmi dari Kejaksaan Negri Jember terkait
penetapan tersangka dan penahanannya.
“Sebagai Partai yang
patuh hukum, kami menghormati langkah Kejari Jember, untuk proses hukum praduga
tidak bersalah, Kami hanya berfikir terkait dasar penetapan tersangka yang
berkaitan dengan jabatannya, yang diduga menyalahgunakan kewenangan, berdasarkan
Permendagri 39 tahun 2012”, Tanyanya.
Pasalnya berkaitan
tetang kewenangan perencanaan dan penganggaran hibah bansos. “Pasalnya
persoalan itu juga menyangkut 49 anggota DPRD yang lainya, termasuk eksekutif yang
juga ikut merencanakan dan membahas APBD Tahun 2015, bukan saja ketua DPRD”,
katanya.
Menurutnya, hibah
bansos berdasar usulan dari serap aspirasi anggota dewan, dimohonkan ke Bupati
melalui pembahasan APBD. Apakah usulan itu layak sesuai aturan atau tidak,
sebagaimana ketentuan bukan menjadi ranah legeslatif melainkan kewajiban
eksekutif melalui Verifikasi hingga pelaksanaan dan evaluasinya.
Kalau pun ada temuan
ketidak sesuaian maupun tidak sesuai peruntukanya, lanjut Anwari, seharusnya
eksekutif yang bertanggung jawab. “Oleh sebab itu, kami DPC Partai Gerindra
juga segera menyiapkan tim penasehat hukum untuk mendampingi proses hukumnya”, Pungkasnya.
Terpisah Kejaksaan
Negeri (Kejari) Jember mengaku akan terus
melakukan penyelidikan, apakah masih terdapat nama lain yang ikut terjaring
dalam kasus dugaan korupsi kasus penyelewengan dana hibah bantuan sosial
(Bansos) ternak itu.
Menurut Kasi Intel
Kejaksaan Negeri Jember Agus Kurniawan, bahwa kasus tersebut bila dilihat dari
nomenklaturnya dalam DPA anggarannya seharusnya diperuntukan untuk pengentasan
kemiskinan. Maka seharusnya dalam RKA harus sesuai dengan aturan tersebut.
Bahkan menurutnya, modusnya
by desain dari awal, dan terkesan sendiri-sendiri sehingga secara vertikal dari
kelompok kepada masing-masing oknum. “Jadi perlu dipilah-pilah sedetail mungkin
dan perjelas modus operandinya seperti apa, terkesan memang tidak ada
komunikasi dengan pihak lain, maka ini perlu diungkap.
Proses pengusulan dan
penyalurannya diduga tidak sesuai dengan
mekanisme. “Perkara ini hasil pengembangan dari tahun lalu dan telah menangkap
4 terdakwa, yaitu mantan anggota dewan dan kelompok penerima, bila ditemukan bukti
baru, tidak menutup kemungkinan akan
menyeret nama lain”, katanya.
Adapun kerugian yang
dialami negara menurut Agus, dilihat dari masing-masing user, bila sebelum
adanya perubahan masih 1,2 miliyar, setelah perubahan 1,4 miliyar. “Bila ada
pihak yang melakukan gugatan pra peradilan, pihaknya sudah menyiapkan dengan sejumlah alat bukti” pungkasnya. (edw).